<


DPC HPI SLEMAN

DPC HPI SLEMAN

info@dpchpi-sleman.org | +62 274-450-981 / +62 817 - 0339 - 0535 | Gadingkulon RT4, RW 20. Donokerto. Turi. Sleman. 55551



Budaya Jawa - Sejarah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong dalam Wayang Kulit

Punakawan (Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong)

Sejarah/asal usul Semar, Gareng, Petruk dan Bagong dalam Wayang Kulit.

 

Sudah lebih dari satu dekade sejak dinobatkannya kesenian wayang kulit sebagai “Masterpiece” kebudayaan dunia. Konsekuensi logis dari adanya pengakuan UNESCO terhadap Seni Pertunjukkan Wayang Indonesia, maka Kementrerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 26 Januari – 2 Februari 2004 lalu telah melaksanakan kegiatan sosialisasi wayang ke luar negeri yaitu ke Prancis, yang digelar di Kota Bordeaux, Nancy (perbatasana dengan Jerman) dan Kota Strassbourg dan terakhir di Kota paris. Kini 12 tahun sudah berlalu sejak hari itu, dan wayang kulit menjadi warisan budaya yang sudah mendunia.

 

Wayang kulit merupakan salah satu seni pertunjukan yang berasal dari kebudayaan jawa dan sangat terkenal. Hal ini dikarenakan pertunjukan wayang sangat sarat dengan unsur estetika dan pesan moral yang terkandung di dalam setiap pertunjukannya. Ada dua pendapat berbeda yang menjelaskan makna kata wayang, yang pertama berasal dari kata “Ma Hyang” yang berarti roh spiritual, dewa , atau Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pendapat lainnya berasal dari bahasa jawa yang berarti bayangan. Hal ini dikarenakan, dalam pertunjukan wayang kita hanya melihat bayang bentuk dari wayang kulit yang dimainkan.Wayang kulit sendiri merupakan kekayaan budaya yang bernilai tinggi karena selain merupakan sebuah seni kriya (baca : fungsi seni kriya), pertunjukan wayang kulit mampu menggabungkan berbagai macam kesenian seperti seni sastra, seni musik, dan seni rupa. Seni sastra dari pupuh yang diucapkan oleh dalang , Seni musik dari lantunan berbagai nama alat musik tradisional, dan seni rupa dari visualisasi wayng kulit yang unik dan khas budaya Indonesia.

 

Populer di daerah sekitar provinsi jawa tengah dan jawa timur, kini kesenian wayang kulit telah di kenal di dunia mancanegara. Di bawa oleh Ki Purbo Asmoro, wayang kulit mulai populer di beberapa negara di Asia hingga Eropa. Seperti negara perancis, Inggris, Austria, Yunani, Jepang, Thailand, Singapura, Amerika, Bolivia dan masih banyak lagi. Namun sebelum sampai ke era kepopulerannya di masa sekarang.

Berikut adalah ulasan sejarah wayang kulit dan perkembangannya :

Wayang kulit pada zaman kerajaan islam

Tidak asing di telinga kita nama Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu dari tokoh sembilan wali. Beliau bernama asli Joko Said yang lahir pada 1450 M. Wayang kulit yang ada pada saat ini adalah karya inovasi dari Sunan Kalijaga. Wayang Beber Kuno yang menggambarkan wujud manusia secara detail dibuat menjadi lebih samar. Karakter seperti Bagong, Petruk, dan Gareng adalah lakon ciptaan Sunan Kalijaga. Lakon-lakon tersebut dibuat sedemikian rupa agar dapat membawa nafas islam pada pertunjukan wayang kulit yang saat itu masih di dominasi kebudayaan Hindu Budha.

 

Dari zaman ini, tercipta beberapa istilah perwayangan yang sebenarnya merupakan serapan atau merujuk pada bahasa Arab seperti: Dalang, berasal dari kata “Dalla” yang berarti menunjukkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan keinginan nantinya Dalang dapat menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang.

Tokoh Semar, berasal dari kata “Simaar” yang berarti paku. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Semar ini akan menginspirasi orang agar memiliki karakter iman yang kuat dan kokoh seperti paku.

Tokoh Petruk, berasal dari kata “Fat-ruuk” yang berarti tinggalkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Petruk ini memberitahu kita bahwa seseorang harus meninggalkan apa yang disembah selain Allah semata.

Tokoh Gareng, berasal dari kata “Qariin” yang berarti teman. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus pandai mencari teman untuk diajak menuju jalan kebaikan.

Tokoh Bagong, yang berasal dari kata “Baghaa” yang berarti berontak. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus memberontak ketika melihat kedzaliman di hadapannya.

 

Oleh:

Drs. Muhammad Iqbal Yusron, MM

Ketua DPC HPI Sleman

Copyright © DPC HPI SLEMAN 2015 All right reserved